LAPORAN
PENGAMATAN PRODUK KERAJINAN
DISUSUN
OLEH :
(nama)
(kelas)
(no. absen)
SMK N 69 New Jersey
2014
(silakan isi alamat,kode pos,telpon,email,website(jika ada))
Jl. Jendral Sudirman-55813 Jantiharjo, Karanganyar, Gunungkidul
Telp. (0274)725482,652857
E-mail : smknegrinj@yahoo.com
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan pengamatan kerajinan
tekstil ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah
ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca .
Harapan saya semoga makalah
ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya
dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik.
laporan ini saya akui masih
banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena
itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENGAMATAN KERAJINAN TEKSTIL
OLEH :
Mengetahui
Karanganyar, 23 Agustus 2014
Guru Mata Pelajaran
(nama pembimbing/guru)
NIP. (silakan diisi sendiri)
DAFTAR ISI
1. KATA
PENGANTAR...................................................................1
2. HALAMAN PENGESAHAN........................................................2
3. DAFTAR
ISI...............................................................................3
4. BAB
I : KERAJINAN TEKSTIL
MODERN.................................4-6
5. BAB
II : KERAJINAN TEKSTIL
TRADISIONAL.........................7-10
6. BAB III :
PENUTUP : a. Kesimpulan.........................................11
b. Saran..................................................12
|
BAB I
KERAJINAN TEKSTIL MODERN
kerjainan
tekstil modern itu adalah kaya kerjainan atau sebuah karya seni yang dibuat
dengan tekstil sebagai bahan utama dan dibuat dengan cara yang modern seperti
menggunakan mesin.
Kerajinan
Tekstil Modern di Indonesia :
Dahulu
tekstil merupakan sarana untuk melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan,
sesuai dengan kebutuhan dasar manusia terhadap sandang, pangan dan papan.
Sejarah perkembangan tekstil telah menjadi ciri tradisi, yang pada gilirannya
berkembang menjadi teknologi busana, yang tidak bisa dilepaskan dari
kebudayaan, bahkan telah menjadi pilar industri yang dapat menghasilkan devisa
negara. Cina adalah negara yang telah menjadikan tekstil sebagai indikator
perkembangan industrinya. Penelitian dan aplikasi bioteknologi telah diarahkan
untuk menunjang kemajuan tersebut seperti penggunaan enzim dan pewarna alami
untuk tekstil. Cina merupakan negara pertama yang menggabungkan antara nilai
seni tekstil dengan sentuhan bioteknologi.
Maraknya
revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi tekstil di pertengahan abad 20, telah
memicu industri tekstil untuk menciptakan serat sintetik yang memiliki sifat
khusus, misalnya tahan terhadap suhu tinggi dan memiliki daya tahan yang kuat.
Serat sintetik yang telah dikembangkan diantaranya adalah nylon, polyesters dan
acrylics. Kemudahan dalam rekayasa teknologi serat sintetik telah menjadikannya
sebagai potensi yang bisa diterapkan pada industri penerbangan (aerospace),
industri perikanan (jaring, benang pancing), dan industri olahraga.
Kemajuan
yang penting saat ini adalah serat kain dengan bahan dasar alami atau dikenal
dengan biofiber. Serat organik (biofiber) pada dasarnya memiliki kekuatan tarik
yang lemah, namun dengan adanya metode gabungan (composite), serat alami bisa
bersaing dengan serat sintetik. Departemen Perdagangan Amerika Divisi Patent
dan Merek Dagang Amerika Serikat (USPTO) tahun 2005 telah memberikan paten (US
Patent) dengan nomor 7.000.000 kepada peneliti senior DuPont, Jhon P. O”Brien
atas temuannya ”Polysaccharide Fibers”.
Serat
alam, seperti kapas, wool, dan sutera serta berbagai serat lainnya, memiliki
nilai tambah yang luar biasa dalam aplikasinya sebagai pakaian dan karpet.
Sejak 100 tahun yang lalu, serat alam ini telah menjadi komponen utama industri
tekstil, namun konversi polimer selulosa menjadi serat banyak mengalami
masalah. Metode yang dilakukan, seringkali menimbulkan pencemaran air, antara
lain masih digunakannya larutan koagulan yang berbahaya seperti alcolart
(alkali) dan copper ammonium, dimana bahan tersebut tidak bisa dipecah oleh
mikroorganisme.
Karakteristik
dasar chitosan sebagai bahan serat (biofiber) sebagaimana dikemukakan oleh
Tahlawy dan Hudson (2005) adalah bahwa chitosan sangat mudah larut dalam asam.
Adanya pengaruh polielektrolit dan keberadaan grup amino bebas telah
menyebabkan larutan yang ada memiliki viskositas yang tinggi, sehingga
memberikan peluang yang besar sebagai bahan serat melalui metode pemintalan
basah (wet spinning). Prashanth dan Tharanathan (2007) juga menegaskan bahwa
chitosan merupakan copolymer linier yang terdiri dari
2-amino-2-deoxy-β-D-glucopyranose dengan konfigurasi β-1,4. Konfigurasi ini
memiliki struktur tidak bercabang dan memiliki sifat kaku (rigidity).
Selanjutnya Li dan Hsieh (2005) menyatakan bahwa pembentukan serat pada
chitosan dikarenakan strukturnya (D-glucosamine) yang mirip dengan selulosa dan
tingginya kapasitas ikatan hidrogen diantara rantai molekulnya, sehingga
memungkinkan untuk membentuk serat. Namun biofiber yang terbuat dari bahan dasar
chitosan masih memiliki kuat tarik (tensile strenght) yang lemah, sehingga
diperlukan adanya bahan gabungan (composite).
Kecenderungan
perkembangan saat ini adalah adanya penggunaan polivinil alkohol sebagai bahan
komposit pada pembuatan serat dengan bahan dasar chitosan. Polivinil alkohol
telah menjadi bahan pengkajian dalam pembuatan serat (fiber) atau film. Pada
tahun 1938, Universitas Kyoto, telah mengembangkan serat dengan bahan dasar
polivinil alkohol yang dikenal dengan “Synthese I”. Kemudian pada tahun yang
sama, Kanebo Co., Ltd. telah mengembangkan serat buatan dengan bahan dasar
polivinil alkohol yang dikenal dengan “Kanebian”. Selain itu, Hodgkinson dan
Taylor (2000) menjelaskan bahwa
polivinil alkohol mempunyai kuat tarik (tensile strength) lebih tinggi
dibandingkan dengan polivinil klorida (PVC) sehingga dalam aplikasinya dapat
digunakan sebagai composite.
Tantangan
terbesar teknologi tekstil berbahan dasar chitosan saat ini adalah
terkonsentrasi pada teknik analisis termal yang mengarah kepada pembuatan
komposit dengan menggunakan teknologi nano (electrospinning), bahan alam dan
bersifat multifungsi. Selain itu tuntutan industri tekstil saat ini adalah pada
karakteristik kain seperti kemampuan bahan untuk dipintal (spinability),
kemampuan dalam pewarnaan (dye ability), kemampuan selama pencucian (wash
ability), anti lapuk, dan anti bau.
BAB II
KERAJINAN TEKSTIL TRADISIONAL
kerajinan tekstil tradisonal itu adalah kaya kerajinan atau
sebuah karya seni yang dibuat dengan tekstil sebagai bahan utama dan dibuat
dengan cara masih tradisional masih menggunakan tangan.
Karya kerajinan tekstil tradisional Indonesia, secara fungsi dapat dibagi
sebagai berikut.
- Sebagai
pemenuhan kebutuhan sandang yang melindungi tubuh, seperti kain panjang,
sarung dan baju daerah
- Sebagain
alat bantu atau alat rumah tangga, seperti kain gendongan bayi dan untuk
membawa barang
- Sebagai
alat ritual (busana khusus ritual tradisi tertentu), contohnya,
- Kain
tenun Ulos
- Kain
pembungkus kafan batik motif doa
- Kain
ikat celup Indonesia Timur (penutup jenazah)
- Kain
Tapis untuk pernikahan masyarakat daerah Lampung
- Kain
Cepuk untuk ritual adat di Pulau Nusa Penida
- Kain
Songket untuk pernikahan dan khitanan
- Kain Poleng
dari Bali untuk acara ruwatan (penyucian)
Tekstil
tradisional Indonesia berkembang dengan kreativitas setempat baik pengaruh dari
suku maupun bangsa lain. Secara geografs, posisi Indonesia terletak pada
persimpangan kebudayaan besar, antara dua benua Asia dan Australia, serta dua
samudra, yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifk. Gelombang kontak perdagangan
yang melewati wilayah negara kepulauan Indonesia memberikan pengaruh dan
mengakibatkan akulturasi (percampuran) budaya yang tampak pada pengembangan
karya kerajinan tekstil di Indonesia.
Di Indonesia
juga terdapat kain sarung kotak-kotak dan polos yang banyak digunakan di
Semenanjung Arab, Timur Laut Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Kepulauan
Pasi¬k. Pada abad ke-13 pedagang Gujarat memperkenalkan Patola, yaitu kain
dengan teknik tenun ikat ganda dari benang sutra yang merupakan busana Gujarat,
Barat Laut India. Proses pembuatan kain Patola sangat rumit sehingga di India
kain ini digunakan dalam berbagai upacara yang berhubungan dengan kehidupan
manusia, seperti kelahiran, perkawinan dan kematian juga sebagai penolak bala.
Melalui
perdagangan dengan bangsa Gujarat, keberadaan kain Patola tersebar luas di
kepulauan Nusantara. Kain Patola umumnya hanya dimiliki oleh kalangan terbatas.
Penduduk setempat yang telah memiliki keterampilan menenun pun mencoba
mereproduksi kain yang sangat berharga tersebut dengan tenun ikat pakan. Di
Maluku, kain ini sangat dihargai dan dikenakan dengan cara dililitkan di
pinggang atau leher. Para penenun di Nusa Tenggara Timur mengembangkan corak
kain tenun yang dipengaruhi oleh corak yang terdapat pada kain Patola, dengan
corak yang berbeda untuk raja, pejabat, dan kepala adat dalam jumlah yang
sangat terbatas dan hanya dikenakan pada upacara–upacara adat. Kain Patola dari
Lio NTT ini ada yang dibuat sepanjang 4 meter yang disebut katipa berfungsi
sebagai penutup jenazah
Motif Patola juga dikembangkan menjadi kain Cinde di daerah Jawa Tengah. Kain Cinde tidak dibuat dengan teknik tenun ikat ganda, tetapi dibuat dengan teknik direct print, cap atau sablon. Kain ini digunakan sebagai celana dan kain panjang untuk upacara adat, ikat pinggang untuk pernikahan, serta kemben dan selendang untuk menari. Kain serupa terdapat pula di Palembang, disebut kain Sembagi. Sembagi yang berwarna terang digunakan pada upacara mandi pengantin dan hiasan dinding pada upacara adat. Kain Sembagi yang berwarna gelap digunakan untuk penutup jenazah. Motif Patola memengaruhi motif batik Jlamprang yang berwarna cerah yang berkembang di Pekalongan, dan motif Nitik yang berkembang di Yogyakarta dan Surakarta yang berwarna sogan (kecokelatan), indigo (biru), kuning dan putih. Corak Patola juga berkembang di Pontianak, Gorontalo, dan kain tenun Bentenan di Menado.
Kain dengan teknik tenun ikat ganda dibuat di Desa Tenganan Pegeringsingan di Bali. Kain sakral tersebut dikenal dengan nama kain Gringsing yang artinya bersinar. Teknik tenun ikat ganda hanya dibuat di tiga daerah di dunia, yaitu di Desa Tenganan Bali, Indonesia (kain Gringsing), di Kepulauan Okinawa, Jepang (tate-yoko gasuri) dan Gujarat India (kain Patola). Teknik tenun ikat ganda adalah tenun yang kedua arah benangnya, baik benang pada lungsin maupun pakan diwarnai dengan teknik rintang warna untuk membentuk motif tertentu.
Kreativitas
bangsa Indonesia mampu mengembangkan satu jenis kain tenun Patola Gujarat
menjadi beragam tekstil yang sangat indah di seluruh daerah di Indonesia.
Contoh perkembangan kain Patola ini hanya salah satu dari bukti kreativitas
tinggi yang dimiliki oleh bangsa kita.
Pada tekstil
tradisional, selain untuk memenuhi kebutuhan sandang, juga memiliki makna
simbolis di balik fungsi utamanya. Beberapa kain tradisional Indonesia dibuat
untuk memenuhi keinginan penggunanya untuk menunjukkan status sosial maupun
kedudukannya dalam masyarakat melalui simbolsimbol bentuk ragam hias dan
pemilihan warna. Selain itu ada pula kain tradisional Indonesia yang dikerjakan
dengan melantunkan doa dan menghiasinya dengan penggalan kata maupun kalimat
doa sebagai ragam hiasnya. Tujuannya, agar yang mengenakan kain tersebut diberi
kesehatan, keselamatan, dan dilindungi dari marabahaya.
Kain
tradisional Indonesia dibuat dengan ketekunan, kecermatan yang teliti dalam
menyusun ragam hias, corak warna maupun maknanya. Akibatnya, kain Indonesia
yang dihasilkan mengundang kekaguman dunia internasional karena kandungan nilai
estetikanya yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari laporan yang kami buat, kami menyimpulkan bahwa
kerajinan tekstil modern dan tradisional
mempunyai perbedaan. Antara lain jenis kerajinan. Jika kerajinan modern
kebanyakan dalam pembuatanya melibatkan peralatan modern. Contoh mesin jahit.
Sedangkan kerajinan tekstil tradisional lebih banyak melibatkan peralatan
tradisional. Contoh : mesin tenun tradisional
b. Saran
-Sebaiknya kerajinan tekstil yang diproduksi oleh
produsen kecil lebih
dikembangkan.
Walaupun sudah ada organisasi yang mengembangkan UKM, namun belum efektif.
-Sebaiknya pengusaha kerajinan tekstil diberi bantuan.
Baik secara materi ataupun dukungan pendistribusian.
-Sebaiknya pemerintah sering mengadakan pameran
kerajinan tekstil lokal agar produk kerajinan tekstil lebih dikenal secara
Internasional
DAFTAR REFERENSI
untuk menghindari kesamaan laporan, gambar silakan di isi/cari sendiri. dan mohon coment blog saya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar